TEMPO.CO, Canberra – Tiga puluh tahun tinggal di Indonesia, membuat Ian Burnet tidak saja mencintai Indonesia, tetapi menuangkannya dalam tiga buku apik tentang Indonesia. Ketiga karyanya tersebut, pertama Spice Islands, yang terbit pada 2011, East Indies terbit pada 2013 dan yang terbaru Archipelago: A Journey Across Indonesia, dikupas tuntas dalam acara bedah buku di Kedutaan Besar Republik Indonesia, Canberra, pekan lalu.
Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema menyatakan buku-buku tersebut memberikan wawasan baru tentang Indonesia dari berbagai sudut, termasuk perspektif historis kepada publik Australia.
“Buku dapat menjadi pembawa pesan komunikasi yang efektif dan alat belajar antar masyarakat Indonesia dan Australia,” kata Nadjib.
Menurut Nadjib, penulis seperti Burnet berperan penting dalam upaya mempertahankan dan menyebarluaskan sejarah Indonesia serta warisan budaya nasional.
“Melalui pemahaman mendalam, akan tercipta saling pengertian dan menghormati antar masyarakat kedua negara yang nantinya akan membantu memperkuat hubungan dan kerjasama di sektor lain, seperti di bidang politik, ekonomi hingga sosial budaya,” kata Nadjib.
Acara yang dimoderatori oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, Prof. Ronny Rachman Noor tersebut dihadiri Allaster Cox, pejabat senior dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, para diplomat dari negara sahabat, pejabat Departemen Pendidikan Australia, akademisi, sejarawan, seniman serta mahasiswa dan pelajar.
Nadjib menyampaikan bahwa momen ditemukannya Indonesia yang kaya rempah-rempah seperti dikisahkan dalam buku, Spice Islands. Serta terjadinya arus perdagangan rempah-rempah dari Indonesia berabad-abad lalu merupakan titik awal interaksi budaya dan peradaban antar suku bangsa di Indonesia dengan bangsa Eropa.
“Pengaruhnya bisa kita lihat hasil pengaruhnya pada bahasa, budaya dan gastronomi antar bangsa tersebut,” kata Nadjib. “Seyogyanya pembaca dapat mengambil makna dari interaksi tersebut terutama bila dikaitkan dengan hubungan antar kedua negara saat ini,” tambah dia.
Sang pengarang, Ian Burnet yang telah menghabiskan waktu selama 30 tahun tinggal, bekerja dan berkeliling Indonesia. Burnet juga fasih berbahasa Indonesia. Istrinya pun warga negara Indonesia. Dia adalah salah satu warga negara Australia yang jatuh cinta terhadap Indonesia, termasuk terhadap sejarah perjuangan Indonesia melawan kolonialisme. Kecintaannya terhadap sejarah Indonesia tampak dalam dua bukunya, Spice Islands dan East Indies.
Buku Spice Islands, mengulas ratusan tahun sejarah perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke India, Timur Tengah, Eropa dan Cina.
Adapun bukunya yang berjudul ‘Archipelago atau Nusantara’ berisi kisah ekspedisi panjangnya mengelilingi berbagai wilayah di Indonesia selama berbulan-bulan baik menggunakan jalur darat, yakni dengan mobil, kereta api hingga sepeda motor dan kapal laut, yakni perahu pinisi Bugis.
Menurut Burnet, Indonesia merupakan negara yang sangat indah untuk dilihat, dijelajahi, dan ditinggali serta sangat aman, selain menjadi sumber inspirasi yang sangat luar biasa bagi karya-karyanya selama ini. Dia saat ini sedang menulis buku keempatnya mengenai Indonesia.
Les Boag, Ketua Australia-Indonesia Association (AIA) menyatakan buku-buku Burnet menunjukkan kepada masyarakat Australia bahwa destinasi pariwisata Indonesia yang menarik bukanlah Pulau Bali semata.
“Masih sangat banyak tempat wisata lain di Indonesia yang sangat atraktif, seperti Maluku, Sulawesi, Jawa, Flores, Sumatera dan sebagainya,” kata Boag.
Dalam acara itu tampak animo masyarakat Australia terhadap buku-buku mengenai Indonesia sangat tinggi. Semua buku Burnet yang dibawa dalam acara bedah buku tersebut ludes terjual. Bahkan sebagian tamu yang hadir terpaksa harus memesan untuk mendapatkan buku tersebut.
NATALIA SANTI
More details on these books can be found on http://www.ianburnetbooks.com